Tahun 1980.
Angin bertiup kencang merindangkan pepohonan dan menyapu dedaunan-dedaunan kering yang sudah terkapar di atas tanah. Suara suara burung hantu terdengar saling bersahutan. Malam begitu mencekam. Seorang laki-laki paruh baya mempercepat langkahnya ketika mendengar suara samar jeritan perempuan yang sedang kesakitan di dalam rumah tua yang ia lewati.
“Aaaaa hentikan!! Kumohoon!!”
PLAK!
PLAK!
“Kau pendusta, Mariko! Kau mengkhianatiku!”
“Aku berani bersumpah, aku tidak selingkuuuh!!”
“Aku berani bersumpah, aku tidak selingkuuuh!!”
DAK!
“Tidaaaakkk!”
Tangisan dan jeritan itu terdengar semakin histeris setiap tangan dingin itu mendarat di wajahnya. Memar-memar di sekitar wajah dan darah yang keluar dari hidung dan telinga gadis berseragam sekolah itu. Gadis itu mencoba bangkit namun laki-laki yang juga berseragam sekolah itu terus mendorongnya hingga kepalanya beberapa kali membentur tembok rumah tua yang sudah pecah-pecah itu.
“Tidaaaakkk!”
Tangisan dan jeritan itu terdengar semakin histeris setiap tangan dingin itu mendarat di wajahnya. Memar-memar di sekitar wajah dan darah yang keluar dari hidung dan telinga gadis berseragam sekolah itu. Gadis itu mencoba bangkit namun laki-laki yang juga berseragam sekolah itu terus mendorongnya hingga kepalanya beberapa kali membentur tembok rumah tua yang sudah pecah-pecah itu.
Keduanya terdiam. Gadis itu masih menangis tersedu-sedu. Sedangkan laki-laki itu mengepalkan kedua tangan kuat-kuat seolah menyiapkan energi baru untuk menyiksa Mariko lagi. Dan dengan kesakitan yang begitu parah, Mariko melarikan diri.
“Hei mau kemana kau?!” teriak laki-laki itu dan langsung mengejar Mariko.
Mariko sambil menjerit-jerit mencoba berlari dengan langkah tertatih-tatih. Mariko berlari ke jalan perkotaan.
“Toloong!!” pekik Mariko. Laki-laki itu nampak kaget takut dirinya ditangkap polisi dan akhirnya hanya melihat Mariko dari kejauhan.
Mariko yang berlari ke stasiun kereta bermaksud meminta tolong kepada orang-orang di sana namun tak kuat dan ia terjatuh tengkurap di atas rel kereta.
“Heeiii awas, dik!” teriak seseorang tertuju pada Mariko. Namun telinganya menangkap samar.
Tak lama terdengan suara kereta yang khas. Mariko masih terjaga di sana. Orang-orang mulai ricuh meneriaki Mariko.
“Hei awasss!”
“Keretanya sudah dekat!”
“Awaaaas!!”
“Keretanya sudah dekat!”
“Awaaaas!!”
Suasana tegang. Kekasih Mariko tak bergerak dengan mulut membentuk huruf O.
KREKKKK!!
Kereta menabrak tubuh Mariko dan menghancurkan tulang-tulang punggungnya yang terdengar seperti kerupuk yang terinjak. Darah segar pun memuncrati sebagian gerbong kereta. Tubuhnya terbagi dua. Pemandangan yang sangat mengerikan dan baru pertamakalinya di tempat itu. Semua orang menjerit ketakutan. Kekasih Mariko pun berlari.
Tahun 2014
Gadis berseragam sekolah itu nampak duduk-duduk santai sambil membaca buku menunggu kereta datang. Rupanya ia baru di kota Tokyo.
Gadis berseragam sekolah itu nampak duduk-duduk santai sambil membaca buku menunggu kereta datang. Rupanya ia baru di kota Tokyo.
“Ohayou Gozimasu…” suara mungil yang manis terdengar menyapa dengan ceria.
“Ohayou…” balas gadis itu ramah dengan suara yang lebih dewasa.
“Kau baru ya di sini?” tanyanya sembari duduk di samping gadis baru itu.
“Iya aku dari Okinawa, namaku Kojima,” jawabnya dengan senang hati.
“Halo aku Michi!” ucapnya sembari menjulurkan tangan. Kojima langsung menerima tangan Michi. Rupanya Kojima merasa sangat senang memiliki teman baru di tempat tinggal yang baru. Keduanya berpandangan sambil tersenyum.
“Ohayou…” balas gadis itu ramah dengan suara yang lebih dewasa.
“Kau baru ya di sini?” tanyanya sembari duduk di samping gadis baru itu.
“Iya aku dari Okinawa, namaku Kojima,” jawabnya dengan senang hati.
“Halo aku Michi!” ucapnya sembari menjulurkan tangan. Kojima langsung menerima tangan Michi. Rupanya Kojima merasa sangat senang memiliki teman baru di tempat tinggal yang baru. Keduanya berpandangan sambil tersenyum.
“Menunggu kereta juga ya?” tanya Michi.
“Iyaa” Michi manggut manggut.
“Iyaa” Michi manggut manggut.
Tak lama, terdengar suara kereta yang memperlambat jalannya dan berhenti tepat di hadapan kedua gadis manis itu. Michi dan Kojima segera memasuki gerbong paling depan disusul dengan penumpang lainnya. Michi dan Kojima duduk bersebelahan.
Suasana hening.
“Eh. Kau baru pertama kali naik kereta ya?” tanya Michi menebak-nebak.
“Iya. Bagaimana kau tahu?” Kojima terheran-heran.
“Fufufu! Hanya menebak…”
“Iya. Bagaimana kau tahu?” Kojima terheran-heran.
“Fufufu! Hanya menebak…”
Hening.
Kojima melihat lihat sekitarnya. Sedangkan Michi mengeluarkan ipod-nya dan mendengarkan mp3 dari earphone. Kojima melihat lurus ke depan melihat gerbong yang dilewati kereta yang ia tumpangi.
Deg!
Entah harus percaya pada penglihatannya atau tidak, namun matanya menemukan bayangan samar seorang gadis berseragam sekolah ngesot di rel yang masih jauh sambil memegang celurit yang penuh bercak darah. Namun dengan keadaan, tubuh terpisah. Jantung Kojima serasa berhenti berdetak. Matanya reflek dipejamkan. Dan ketika perlahan ia membuka mata, bayangan aneh itu sudah lenyap.
“Ohayou, minnaaa” sapa gadis rambut kuncir dua itu dengan ceria pada semua orang. Michi.
Semuanya menjawab dengan serentak, “Ohayou…”
“Michi, siapa teman barumu ini?” bisik seorang murid laki-laki yang terlihat sudah akrab dengan Michi.
“Kenalkan, ini Kojima…”
“Hai Kojima, aku Hiraru,” ucap laki-laki itu sembari menjulurkan tangan.
Semuanya menjawab dengan serentak, “Ohayou…”
“Michi, siapa teman barumu ini?” bisik seorang murid laki-laki yang terlihat sudah akrab dengan Michi.
“Kenalkan, ini Kojima…”
“Hai Kojima, aku Hiraru,” ucap laki-laki itu sembari menjulurkan tangan.
Kojima segera menerima tangan Hiraru, “Hai aku Kojima,” jawab Kojima manis.
“Hiraru, kami masuk dulu ya!”
“Hiraru, kami masuk dulu ya!”
Michi pun berlalu dengan Kojima. Hiraru diam-diam memperhatikan Kojima yang berjalan cepat memunggunginya.
Michi dan Kojima duduk santai sembari melihat anak laki-laki yang sedang main basket di lapangan.
“Kojima!”
“Apa?”
“Tadi kau kenapa di kereta?” nada Michi terdengar serius.
“Apa?”
“Tadi kau kenapa di kereta?” nada Michi terdengar serius.
Deg. Kojima tak menjawab.
Michi menoleh ke arah Kojima, “Kau sudah tahu mitos Teke-Teke?”
“Teke Teke?” bisik Kojima mengeryitkan kening.
“Teke Teke itu hantu penunggu kereta api. Konon dia adalah seorang gadis sekolahan yang tertabrak kereta yang sedang melaju pada sekitar tahun 80-an. Dan tubuhnya terbagi menjadi dua.”
Michi menoleh ke arah Kojima, “Kau sudah tahu mitos Teke-Teke?”
“Teke Teke?” bisik Kojima mengeryitkan kening.
“Teke Teke itu hantu penunggu kereta api. Konon dia adalah seorang gadis sekolahan yang tertabrak kereta yang sedang melaju pada sekitar tahun 80-an. Dan tubuhnya terbagi menjadi dua.”
Deg.
“Dan mitosnya arwah penasaran gadis itu berjalan menyeret tubuhnya sambil membawa celurit. Dan ketika ia jalan berbuyi “tek ke tek ke” dan jika seseorang bertemu dengannya di malam hari dan tak sempat lari, maka Teke-Teke akan memotongnya dengan celurit itu menjadi dua bagian seperti dirinya.” lanjut Michi dengan nada dihoror-hororkan.
Seluruh tubuh Kojima terasa menyusut. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Kembali otaknya memutar kejadian di kereta tadi. Napasnya menjadi ngos-ngosan.
“Kau kenapa?” tanya Michi tertawa sekilas.
Kojima terlihat menelan ludah dan mengatur napas, “Tidak apa apa,” jawabnya singkat.
“Kau percaya mitos itu?” Michi menatap mata Kojima, “Haha aku sendiri tidak percaya. Ah sudahlah.. Aku tak pernah melihatnya. Jadi aku tak percaya.”
Kojima terlihat menelan ludah dan mengatur napas, “Tidak apa apa,” jawabnya singkat.
“Kau percaya mitos itu?” Michi menatap mata Kojima, “Haha aku sendiri tidak percaya. Ah sudahlah.. Aku tak pernah melihatnya. Jadi aku tak percaya.”
Kembali jantung Kojima berdetak cepat. Michi memicingkan mata, Kojima langsung membuang muka seolah menyembunyikan sesuatu.
Senja itu nampak begitu mendung. Awan yang hitam seolah berat menahan air hujan. Kojima dan Michi berjalan menuju stasiun kereta untuk pulang. Tiba tiba Kojima merasa ada yang aneh dengan perasaannya. Kojima memperlambat langkahnya seolah tak mau cepat sampai di stasiun kereta.
“Michi, kita pulang naik taksi saja ya!” ajak Kojima tiba tiba.
“Eh? Kenapa? Bukannya rumah kita jauh? Naik kereta itu lebih cepat…”
Kojima terdiam.
“Ya sudah, kita naik kereta saja,” ucap Kojima berubah pikiran. Michi mengernyitkan kening.
“Eh? Kenapa? Bukannya rumah kita jauh? Naik kereta itu lebih cepat…”
Kojima terdiam.
“Ya sudah, kita naik kereta saja,” ucap Kojima berubah pikiran. Michi mengernyitkan kening.
Langkah Kojima yang semula pelan entah mengapa menjadi sangat cepat mendahului Michi. Michi mulai sadar bahwa ada sesuatu hal yang aneh dari teman barunya itu. Kojima merasa ada seseorang yang mengekorinya dari belakang.
“Hei, Hiraru!” seru Michi. Kojima spontan menoleh dengan cepat.
Terlihat Hiraru dengan wajah memerah ketahuan menguntit
.
“Fuihh!” Kojima merasa lega. Ternyata yang menguntitnya Hiraru. Hiraru menghampiri kedua gadis itu malu malu.
“Ahhh kau mengikuti kami ya?” goda Michi yang membuat pemuda bermata sayu itu semakin malu.
“T-t-tidak! Aku-aku…” Hiraru menjadi gugup dan salah tingkah melihat berada di hadapan Kojima.
“Aku hanya ingin pulang bersama kalian. Ng, Naik kereta,” jelasnya terbata bata.
“Wa, rupanya kita ada teman baru naik kereta!” seru Michi senang.
.
“Fuihh!” Kojima merasa lega. Ternyata yang menguntitnya Hiraru. Hiraru menghampiri kedua gadis itu malu malu.
“Ahhh kau mengikuti kami ya?” goda Michi yang membuat pemuda bermata sayu itu semakin malu.
“T-t-tidak! Aku-aku…” Hiraru menjadi gugup dan salah tingkah melihat berada di hadapan Kojima.
“Aku hanya ingin pulang bersama kalian. Ng, Naik kereta,” jelasnya terbata bata.
“Wa, rupanya kita ada teman baru naik kereta!” seru Michi senang.
Senja semakin menua. Ketiga remaja itu nampak duduk-duduk di bangku menunggu kereta. Ketiganya terlihat gelisah. Yang dua merasa gelisah karena takut kehujanan dan yang satu lagi berpikiran lain. Justru ia sama sekali tak memikirkan hujan.
Michi melihat jam tangan nya. “Sudah jam setengah 6 dan kereta belum juga datang,” keluhnya.
“Iya bagaimana jika kita kemalaman?” sambung Hirari.
“Iya bagaimana jika kita kemalaman?” sambung Hirari.
Deg.
Mendengar kata Malam, jantung Kojima kembali berdetak cepat. Ia tak sanggup melihat ke arah rel kereta dan ia hanya menunduk ke bawah dengan mata terpejam kuat. Tanpa ia sadari, Michi dan Hiraru menatapnya heran.
Senja kini berganti malam. Suara jangkrik dan burung hantu terdengar bersahutan. Namun kereta yang mereka tunggu tak kunjung datang.
“My God. Apa kita kita harus bermalam di sini?” pekik Michi semakin kehilangan kesabaran.
Tanpa disengaja, kening Kojima mengkerut melihat orang-orang berkerumun ramai-ramai di seberang jalan yang jauh di sana.
“Michi!” Kojima menyenggol-nyenggol lengan Michi dengan tatapan masih lurus ke kerumunan orang-orang itu.
“Apa?”
“Lihat! Orang-orang itu mengerumini apa?”
“Sepertinya ada yang kecelakaan,” ucap Hiraru memfokuskan pandangannya.
“Ayo kita ke sana!” ajak Michi yang langsung berdiri dari duduknya. Michi berlari menuju kerumunan itu, kemudian Kojima dan Hiraru mengikuti dari belakang.
“Apa?”
“Lihat! Orang-orang itu mengerumini apa?”
“Sepertinya ada yang kecelakaan,” ucap Hiraru memfokuskan pandangannya.
“Ayo kita ke sana!” ajak Michi yang langsung berdiri dari duduknya. Michi berlari menuju kerumunan itu, kemudian Kojima dan Hiraru mengikuti dari belakang.
“Permisi, Permisi,” Michi mencoba masuk ke dalam kerumunan tersebut.
“Aaaaaa!!” Kojima menjerit histeris menyaksikan pemandangan tersebut.
“Aaaaaa!!” Kojima menjerit histeris menyaksikan pemandangan tersebut.
Dilihatnya seorang wanita tergeletak dengan keadaan mengenaskan. Bersimbah darah dengan tubuh terbagi dua. Sedangkan Michi dan Hiraru nampak tak terlalu kaget dan sudah biasa melihat hal itu. Kojima langsung berlari terbirit-birit. Michi dan Hiraru mengikutinya santai.
“Mengapa kalian tidak takut?” napas Kojima terputus-putus dengan keringat bercucuran. Keduanya terdiam.
“Jawaaab!” desak Kojima.
Tak lama kemudiam kereta pun datang dan berhenti tepat di depan mereka.
“Jawaaab!” desak Kojima.
Tak lama kemudiam kereta pun datang dan berhenti tepat di depan mereka.
“Aku tidak mau naik kereta! Tempat ini gila!”
“Kojima… Lalu kau pulang sendiri?” tanya Michi sambil memegangi kedua lengan Kojima.
“Sekali ini saja. Besok kita naik taksi!” bujuk Michi. Hati Kojima pun perlahan luluh.
“Kojima… Lalu kau pulang sendiri?” tanya Michi sambil memegangi kedua lengan Kojima.
“Sekali ini saja. Besok kita naik taksi!” bujuk Michi. Hati Kojima pun perlahan luluh.
Di dalam kereta.
Sepanjang perjalanan, mata Kojima tak mampu terbuka. Dadanya berdegup semakin cepat. Namun Michi dan Hiraru nampak tenang tenang saja.
Sepanjang perjalanan, mata Kojima tak mampu terbuka. Dadanya berdegup semakin cepat. Namun Michi dan Hiraru nampak tenang tenang saja.
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Tek Ke… Tek Ke…
Suara apa itu?
Spontan Kojima menutup telinganya dengan jari sambil menangis. Namun anehnya seolah hanya Kojima yang mendengar suara gaib itu. Michi yang duduk di sampingnya kaget dan khawatir melihat Kojima dan langsung memeluknya. Sepertinya Michi tahu apa yang terjadi. Sementara Hiraru yang duduk di jok seberang sana hanya melirik dengan tatapan penuh arti.
Mata Kojima seolah dipaksa untuk terbuka. Rasa ingin kencingnya semakin tak dapat ditahan lagi dan itu sangat mengganggu. Kojima terpaksa bangun dari tempat tidurnya dan menyalakan lampu. Diliriknya jam dinding yang ternyata masih menunjukkan pukul 01.00 dini hari.
Kojima berjalan sempoyongan menuju kamar mandi dengan mata setengah terbuka.
KREEETTT! Dibukanya pintu kamar mandi dengan perlahan. Tiba tiba mata Kojima dibulatkan. Hidungnya merasa mencium sesuatu dan itu tercium sangat amis seperti amis darah yang sudah busuk.
Kojima mengendus-endus sembari mencari-cari asal bau itu. Ia langsung berpikir bahwa ada tikus mati di kamar mandinya, namun tak kunjung ketemu. Rupanya bau itu menghilangkan rasa kantuk Kojima walau belum sempat cuci muka.
“Bau apa ya?” gumam Kojima semakin bingung.
Kojima terus mencari-cari asal bau itu sampai sampai ia lupa tujuannya ke kamar mandi untuk apa.
Kojima terus mencari-cari asal bau itu sampai sampai ia lupa tujuannya ke kamar mandi untuk apa.
GUBRAK!!
Deg.
Kojima spontan menoleh dengan cepat ke arah suara itu. Nampak sebuah tulang penuh darah tergeletak di lantai kamar mandi. Seluruh tubuh dan jantung Kojima bergetar hebat sampai sampai ia tak mampu berteriak. Kojima bermaksud berlari, namun kakinya tergelincir dan terjatuh.
“Aaaaaaa!!” Kojima berteriak histeris sejadi-jadinya ketika menoleh ke belakang. Wujud itu kembali ia lihat. Wujud gadis dengan tubuh terbagi dua dan tangan menggenggam sebuah celurit bersimbah darah segar.
Michi berjalan lunglai sambil menundukkan kepala. Pikirannya melayang entah kemana. Tiba tiba seseorang menyapanya.
“Ohayou, Michi!” Rupanya Michi sudah kenal suara itu.
“Ohayou, Hiraru,” jawabnya malas tanpa menoleh orang yang menyapanya.
“Hei. Kau kenapa? Tak biasanya murung begitu. Kojima mana?”
“Justru itu. Aku sendiri tak tahu Kojima di mana. Mungkin hari ini dia tidak naik kereta.
“Ohayou, Hiraru,” jawabnya malas tanpa menoleh orang yang menyapanya.
“Hei. Kau kenapa? Tak biasanya murung begitu. Kojima mana?”
“Justru itu. Aku sendiri tak tahu Kojima di mana. Mungkin hari ini dia tidak naik kereta.
“Kojimaaaa!” panggil seorang wanita paruh baya yang langsung masuk ke kamar anaknya itu.
“Kojima! Apa yang kau lakukan?” serunya kaget.
“Kojima! Apa yang kau lakukan?” serunya kaget.
Kojima yang seharusnya berangkat sekolah malah mengemasi barang-barangnya kedalam koper sambil menangis.
“Kojima kau mau kemana?” Mama semakin panik dan bingung.
“Aku mau pulang ke Okinawa, Mah! Aku tidak mau mati..” jawabnya ngelantur seperti orang kehilangan akal sehat.
“Maksud kamu apa? Kita baru pindah.”
“Aku tidak mau bertemu hantu itu lagi!”
“Hantu? Hantu apa maksudmu?” Mama semakin cemas dengan jawaban anaknya yang semakin ngelantur.
“Ayo kita pulang! Jika kita terus di sini kita akan mati..” ucapnya terlihat serius dan menekankan.
“Aku mau pulang ke Okinawa, Mah! Aku tidak mau mati..” jawabnya ngelantur seperti orang kehilangan akal sehat.
“Maksud kamu apa? Kita baru pindah.”
“Aku tidak mau bertemu hantu itu lagi!”
“Hantu? Hantu apa maksudmu?” Mama semakin cemas dengan jawaban anaknya yang semakin ngelantur.
“Ayo kita pulang! Jika kita terus di sini kita akan mati..” ucapnya terlihat serius dan menekankan.
Kojima berlari dan turun ke lantai satu sambil menarik dua buah koper besar. Satu koper berisi pakaiannya dan satu lagi berisi pakaian Mamanya.
“Kojimaaaa!!”
“Pokoknya kita harus pulang!”
“Baik, Kojima. Kita pulang!”
Langkah Kojima terhenti.
“Kojimaaaa!!”
“Pokoknya kita harus pulang!”
“Baik, Kojima. Kita pulang!”
Langkah Kojima terhenti.
***
Okinawa, sebulan setelah kepulangan Kojima. Akhirnya Kojima dapat menghirup udara kebebasan. Dengan tangan terlentang dan mata terpejam, Kojima merasakan kesegaran udara sore dan suara aliran air yang deras. Rasanya tenang sekali berada di jembatan yang cukup rimbun dengan pohon sakura putih yang dari dulu menjadi tempat favoritnya ini. Tak ada sedikitpun gangguan.
“Kojima!”
Kojima celingukan merasa ada seseorang yang memanggil namanya.
“Kojima! Aku di sini!”
“Hiraru?” gumam Kojima dengan kening mengkerut. Sosok itu menghampirinya.
“Hiraru? Kau benar Hiraru?” tanya Kojima tak percaya.
“Iya, ini aku,” jawab pemuda manis itu dengan pipi merahnya.
“Hiraru?” gumam Kojima dengan kening mengkerut. Sosok itu menghampirinya.
“Hiraru? Kau benar Hiraru?” tanya Kojima tak percaya.
“Iya, ini aku,” jawab pemuda manis itu dengan pipi merahnya.
“Bagaimana kau tahu tempatku?”
“Aku mencarimu, Kojima!” ucapnya seolah memaksakan diri mengucapkan kalimat itu.
“Michi mana?” tanya Kojima sambil celingukan melihat lihat ke belakang Hiraru.
“Michi pidah sekolah.”
“Kemana?”
“Paris.”
“Aku mencarimu, Kojima!” ucapnya seolah memaksakan diri mengucapkan kalimat itu.
“Michi mana?” tanya Kojima sambil celingukan melihat lihat ke belakang Hiraru.
“Michi pidah sekolah.”
“Kemana?”
“Paris.”
Ada perasaan sedih dalam hati Kojima mendengar berita kepindahan Michi.
“Tapi Michi merindukanmu.”
“Ng.. Lalu, mengapa kau mencariku?”
“Tapi Michi merindukanmu.”
“Ng.. Lalu, mengapa kau mencariku?”
Sudah Hiraru duga, pertanyaan itu akan keluar.
“Aku… Rindu padamu!” jawabnya dengan suara bergetar. Gerogi.
“Eh?”
“Dan mulai sekarang aku tinggal di sini.” Entah mengapa, perasaan Kojima begitu senang mendengarnya.
“Aku… Rindu padamu!” jawabnya dengan suara bergetar. Gerogi.
“Eh?”
“Dan mulai sekarang aku tinggal di sini.” Entah mengapa, perasaan Kojima begitu senang mendengarnya.
“Ng.. Bagaimana keadaan kereta itu?”
Tiba tiba pertanyaan yang tadinya sama sekali tak ingin dibahas keluar dari mulutnya.
“Sudah saatnya aku jujur padamu. Sebenarnya hantu itu adalah kakak kandung Michi.”
“Makanya Michi tak takut,” sambungnya, “Michi tahu bahwa hantu itu tak akan menyakiti orang-orang yang ia sayang. Namun arwahnya akan terus penasaran dan membunuh orang lain sebelum ia menemukan pacarnya yang telah membuatnya mati.”
“Lalu, jika kau sudah tahu kereta itu angker, mengapa kau mau naik kereta itu?”
“Karena aku… menyukaimu!”
“Makanya Michi tak takut,” sambungnya, “Michi tahu bahwa hantu itu tak akan menyakiti orang-orang yang ia sayang. Namun arwahnya akan terus penasaran dan membunuh orang lain sebelum ia menemukan pacarnya yang telah membuatnya mati.”
“Lalu, jika kau sudah tahu kereta itu angker, mengapa kau mau naik kereta itu?”
“Karena aku… menyukaimu!”
Tek Ke.. Tek Ke..
Tek Ke.. Tek Ke..
Tek Ke.. Tek Ke..
Tek Ke.. Tek Ke..
Tek Ke.. Tek Ke..
THE END1. Daftarkan diri anda di inulpoker dan klik Facebook
2. Search Fanspage INULPOKER
3. Like / Suka Fanspage INULPOKER
4. Share / Bagikan Fanspage INULPOKER
5. Pilih, pilihan yang dapat melihat Publik
6. Share Fanspage / Bagikan Halaman
Ayo lagi masih banyak promo yang ada di inulpoker
daftarkan diri anda sekarang di sini!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar