Di
kantor polisi, seorang Ibu berpenampilan menarik melaporkan anak
laki-lakinya yang telah menghilang sejak dua hari lalu. Tidak ada jejak
dan tidak ada kabar berita. Semua temannya—sebenarnya si anak tidak
mempunyai banyak teman karena sifatnya yang penyendiri dan cenderung
menutup diri, telah dihubungi tapi hasilnya nihil dan tidak ada satu pun
teman kampusnya yang mengetahui tentang keberadaannya.
Kecuali
di pagi hari ketika anaknya tersebut menghilang, seorang pembantunya
menemukan sebuah digital voice recorder di halaman depan rumahnya, tepat
di bawah jendela kamar si anak. Kata si Ibu, anaknya itu mempunyai hobi
menulis. Ia suka menuliskan tentang apa saja yang ditemuinya dan
hal-hal yang disukainya di blog pribadinya. Jadi ia meminta hadiah alat
perekam suara itu pada Ayahnya yang seorang pelaut dan telah berpisah
dengan mereka sebagai hadiah ulang tahunnya yang kedelapanbelas dua
bulan lalu, supaya ia tidak lupa merekam dan mencatat ide apa saja yang
melintas di kepalanya. Ayahnya mengirimkannya seminggu setelah hari
ulang tahunnya disertai kartu ucapan selamat bergambar kota London.
Si
Ibu berwajah sendu kini tersedu. Usianya telah memasuki kepala empat,
ia seorang wanita karir yang sukses dan kini ia merasa dunianya runtuh.
Apa gunanya semua yang telah ia capai selama ini apabila ia harus
kehilangan anak satu-satunya, orang yang akan menjadi penerus
keluarganya dan penerus bisnisnya. Orang yang membuatnya bersimbah peluh
berjuang sampai sejauh ini. Dengan tangan gemetar dan suara parau ia
menyerahkanrecorder itu pada petugas piket yang menerima laporannya.
Recorder itu satu-satunya yang menyimpan petunjuk berharga terkait
menghilangnya anak semata wayangnya.
Si
petugas memeriksa recorder itu dengan seksama. Sekilas tidak ada yang
berbeda. Masih mulus seperti baru, bukti bahwa si empunya merawatnya
dengan sangat baik. Kemudian dengan penasaran dan penuh minat petugas
polisi itu pun menekan tombol ‘play’. Lalu terdengarlah sebuah suara
berbicara, suara seorang laki-laki muda yang beranjak dewasa:
“Tes,
tes! Umm… baiklah, berikut ini laporan langsung dari lapangan,” katanya
memulai. “Minggu, 27 Maret. Jam 10.13. Kami baru tiba di lokasi. Cuaca
cerah. Hari yang indah untuk bekerja. Kulayangkan pandang pada padang
hijau kekuning-kuningan yang membentang di sekitarku. Tempat ini begitu
luas dengan hutan kecil dan rawa di belakang sana. Hamparan ilalang
dimana-mana.
“Ini tempat yang sempurna, aku berbisik dalam hati…”
“Anak
Ibu bekerja part-time di hari Minggu?” tanya si petugas polisi menyela.
Si Ibu menjelaskan kalau anaknya adalah seorang mahasiswa tingkat satu,
dan ia sama sekali tak pernah kekurangan masalah keuangan.
Si petugas melanjutkan mendengarkan file rekaman suara berikutnya.
“Jam 11. 25.
“Pekerjaan
kami baru selesai sekitar dua puluh persennya. Lamat-lamat, dari salah
satu arah yang menuju jalan kecil ke pemukiman penduduk di belakangku
terdengar sebuah suara. Lantang, suaranya berbaur dengan suara gemerisik
angin yang mencumbui pucuk-pucuk ilalang.
“‘Lihat,
itu dia Si Pemanggil Alien!’ tunjuk salah seorang dari mereka, pada
seorang pemuda gondrong berkaos putih dan bercelana jins yang sedang
melangkah dengan kaku dan melakukan gerakan aneh di tengah lapangan—aku.
“‘Itu dia! Yang sedang bekerja merobohkan alang-alang,’ timpalnya lagi.
“Aku
menoleh. Sebagian anak-anak kampung yang meledek kami sinting tadi kini
datang berombongan dengan Ayah mereka yang sedang libur kerja, ataupun
orang-orang dewasa yang mereka kenal yang bisa mereka ajak kemari.
“Di
sini, di tanah lapang seluas 6.000 meter persegi peninggalan kakekku
yang sebagian besar ditumbuhi alang-alang liar setinggi pinggang pria
dewasa dan menjadi tempat bermain favorit anak-anak itu, aku tengah
membuat crop circle-ku sendiri. Ya, aku tidak mengada-ada dan kamu tidak
salah dengar. Aku benar-benar sedang membuat lingkaran tanaman dengan
pola unik yang mengandung pesan tertentu dan selalu menarik perhatian
khalayak ramai di seluruh penjuru dunia itu.
“Untuk
mengerjakan proyekku ini aku tidak bekerja sendirian dan dibantu oleh
lima orang sukarelawan. Mereka semua adalah orang-orang yang berhasil
kurangkum dari forum internet dan merupakan pembaca setia blog-ku.
Mereka bekerja tanpa pamrih menyumbangkan tenaga dan waktu mereka untuk
terlibat dalam proyek yang kukerjakan. Dan untuk dicatat, aku tidak
meminta, melainkan mereka sendirilah yang menawarkan diri padaku untuk
mendukung visi dan misiku.
“Karena,
menurut mereka, aku akan melakukan sesuatu yang besar. Sesuatu yang
tidak akan pernah dipikirkan atau dibayangkan oleh orang-orang normal.
Yah, bisa dikatakan itu sebenarnya suatu pujian. Dan aku merasa terharu,
benar-benar terharu. Aku sangat berterima kasih pada mereka.
“Tapi aku tidak mau terlalu sentimentil. Sementara aku menganggapnya hanya menuruti apa yang menjadi hasratku.
“Banyak orang meyakini kalau crop circle, atau dalam bahasaku; bentuk geometris yang memiliki nilai artistik tinggi dengan pola rumit nan teratur yang sering dijumpai di ladang-ladang pertanian itu, erat kaitannya dengan kemunculan makhluk asing. Ada pula yang tidak sungkan menyebutnya sebagai jejak UFO. Namun tidak sedikit pula yang terang-terangan menyangkal kalau itu hanyalah fenomena alam, atau buatan manusia kurang kerjaan yang gemar mencari sensasi.
“Banyak orang meyakini kalau crop circle, atau dalam bahasaku; bentuk geometris yang memiliki nilai artistik tinggi dengan pola rumit nan teratur yang sering dijumpai di ladang-ladang pertanian itu, erat kaitannya dengan kemunculan makhluk asing. Ada pula yang tidak sungkan menyebutnya sebagai jejak UFO. Namun tidak sedikit pula yang terang-terangan menyangkal kalau itu hanyalah fenomena alam, atau buatan manusia kurang kerjaan yang gemar mencari sensasi.
“Seperti
yang kulakukan sekarang ini? Tidak, tidak, jangan secepat itu dulu
mengambil keputusan, Kawan! Alasanku melakukan hal ini akan kujelaskan
nanti.
“Kamu
tahu, Kawan, menurut pandanganku, sejak awal kemunculannya dalam sebuah
pamflet terbitan Inggris tahun 1678 yang dikenal dengan sebutan The
Mowing Devil[1], crop circle merupakan salah satu misteri yang paling
menarik di zaman modern ini. Aku meyakini, mungkin ini adalah
satu-satunya misteri yang sejalan dengan seni yang indah.
“Masuk
ke intinya, ah, aku bisa membayangkan perasaan yang membuncah dalam
hatimu saat ini; kamu mungkin penasaran dan tidak tahan ingin bertanya,
‘Crop circle buatan iblis, alien…?’
“Oke,
mari kita luruskan sejenak, memang benar ada banyak crop circlepalsu
ditemui di seluruh dunia. Plus pengakuan orang-orang yang mengklaim
bertanggung jawab melakukannya. Hei, mereka juga meng-upload video cara
pembuatan crop circle mereka di Youtube! Namun itu tidak membuktikan
semuanya. Pada beberapa kasus crop circle murni yang ditemui di luar
sana, bahkan para ilmuan sekaliber insinyur-insinyur MIT[2] pun
meragukan kalau hal itu merupakan buatan manusia.
“Tidak
usah jauh-jauh ke luar negeri, Kawan, toh di dalam negeri kita sendiri
juga ada. Contohnya saja pada waktu kejadian crop circle di Sleman,
Yogyakarta, yang menghebohkan media massa dan internet beberapa waktu
lalu. Bahkan tim peneliti dari salah satu universitas ternama di
Indonesia harus mengakui kalau crop circle itu adalah bukan buatan
manusia[3]. Sekali lagi perlu aku tegaskan dan garisbawahi, bukan.
“Oh
ya, berdasarkan hasil riset dan pencarian yang kulakukan di internet,
inilah fakta-fakta yang kutemukan tentang crop circle murni, seperti
yang dijumpai pada kasus di atas:
1. Batang tanaman padi yang rebah mengalami tiga bengkokan, dan pada bengkokan tersebut agak gosong.
2. Tanah di sekitar padi yang rebah memiliki kadar Nitrogen lebih banyak hingga 400% dibandingkan dengan tanah di sekitar padi yang lain (yang tidak rebah).
3. Bulir-bulir padi (pada tanaman padi yang rebah) dari luar terlihat utuh. Namun setelah diteliti lebih lanjut, ternyata bagian dalam atau isi dari bulir padi tersebut hancur.
4. Pada padi yang rebah, dari luar hanya terlihat bengkok biasa, namun bagian dalamnya mengalami kerusakan struktur.
“‘Jadi benar, pada kasus crop circle murni, merupakan buatan makhluk asing?’
1. Batang tanaman padi yang rebah mengalami tiga bengkokan, dan pada bengkokan tersebut agak gosong.
2. Tanah di sekitar padi yang rebah memiliki kadar Nitrogen lebih banyak hingga 400% dibandingkan dengan tanah di sekitar padi yang lain (yang tidak rebah).
3. Bulir-bulir padi (pada tanaman padi yang rebah) dari luar terlihat utuh. Namun setelah diteliti lebih lanjut, ternyata bagian dalam atau isi dari bulir padi tersebut hancur.
4. Pada padi yang rebah, dari luar hanya terlihat bengkok biasa, namun bagian dalamnya mengalami kerusakan struktur.
“‘Jadi benar, pada kasus crop circle murni, merupakan buatan makhluk asing?’
“Tunggu
dulu, tunggu dulu, Kawan! Biarkan aku menjelaskannya untukmu (dan
tolong jangan memotong dulu!). Hmm—yah, aku tidak tahu pasti mengenai
hal itu… Aku sedang mengusahakannya sekarang. Maksudku, aku akan
membuktikannya untukmu. Lihat saja nanti.
“Jadi,
berdasarkan berbagai referensi dan data yang kuperoleh selama ini, aku
percaya bahwa selain terdapat crop circle yang merupakan buatan manusia,
juga terdapat crop circle yang merupakan buatan sesuatu—apapun itu—yang
memiliki tingkat intelegensi tinggi. Suatu makhluk bukan golongan
manusia yang cerdas dan menguasai teknologi tinggi yang dapat
menciptakan jejak memukau dengan pola geometris rumit hanya dalam waktu
semalam.
“Karena
itulah (oke, pada bagian ini kamu boleh mengatakan aku gila, hanya
sekali ini saja!) aku begitu ingin bertemu dengan makhluk asing ini. Aku
ingin mengenal mereka dan mempelajari kebudayaan mereka, serta
mengetahui tentang teknologi mereka. Agak susah untuk menjelaskannya,
ditambah lagi sensasi yang kurasakan saat ini—hufft… tapi, katakanlah,
aku sangat mengagumi mereka!
“Aku mengagumi karya mereka di atas ladang-ladang penduduk bumi, aku menyukai misteri-misteri yang menyelimuti mereka, yang kadang berada jauh di luar batas nalar manusia. Betapa hasrat keingintahuanku yang begitu kuat dalam diriku terhadap mereka telah berubah menjadi suatu obsesi yang bahkan tak mampu dibendung oleh akal sehatku sendiri. Ini seperti…—hei, apa kamu pernah punya seorang teman Japanese-freak, seseorang yang begitu tergila-gila terhadap sesuatu yang berbau Jepang? Aku pernah, saat di SMA dulu. Temanku itu begitu menggilai manga dan anime[4], suka ber-cosplay[5]-ria, bersikeras belajar Bahasa Jepang, nge-fans sama aktris Jepang yang namanya Ayase Hiruka, dan sekarang mengambil kuliah jurusan Sastra-Jepang. Impiannya adalah agar bisa pergi ke Jepang, paling tidak sekali seumur hidupnya. Jadi, kurang lebih seperti itulah yang kurasakan saat ini.
“Aku mengagumi karya mereka di atas ladang-ladang penduduk bumi, aku menyukai misteri-misteri yang menyelimuti mereka, yang kadang berada jauh di luar batas nalar manusia. Betapa hasrat keingintahuanku yang begitu kuat dalam diriku terhadap mereka telah berubah menjadi suatu obsesi yang bahkan tak mampu dibendung oleh akal sehatku sendiri. Ini seperti…—hei, apa kamu pernah punya seorang teman Japanese-freak, seseorang yang begitu tergila-gila terhadap sesuatu yang berbau Jepang? Aku pernah, saat di SMA dulu. Temanku itu begitu menggilai manga dan anime[4], suka ber-cosplay[5]-ria, bersikeras belajar Bahasa Jepang, nge-fans sama aktris Jepang yang namanya Ayase Hiruka, dan sekarang mengambil kuliah jurusan Sastra-Jepang. Impiannya adalah agar bisa pergi ke Jepang, paling tidak sekali seumur hidupnya. Jadi, kurang lebih seperti itulah yang kurasakan saat ini.
“Nah,
sekarang aku tidak akan malu-malu, atau ragu-ragu lagi, untuk
mengatakannya padamu: a-ku sa-ngat i-ngin me-ngun-jungi pla-net
a-li-en…” Suara si laki-laki dalam recorder seperti berbisik dengan
penuh penekanan pada saat mengucapkan kalimat terakhir tersebut. Si
petugas polisi segera membayangkan di dalam kepalanya seperti ada
seseorang yang menggosok-gosokkan kedua tangannya karena kegirangan atas
sesuatu.
Lalu suara itu kembali melanjutkan:
“Ah,
ni pasti akan menjadi petualangan yang sangat menyenangkan… Tentu saja!
Dan untuk menyampaikan niatku itu, aku akan melakukannya dengan membuat
crop circle-ku sendiri. Bukan sembarang crop circle, tentunya.
Melainkan sebuah crop circle yang berisi pesan dan penjelasan di
dalamnya tentang betapa aku ingin bertemu mereka. Katakanlah itu seperti
berupa suatu presentasi di dalamnya.
“Aku
ingin memberi tahu mereka, para makhluk asing di luar sana, lewat pesan
di padang ilalang ini agar mereka bisa membawaku serta bersama mereka
saat mereka kebetulan sedang melintasi bumi. Aku yakin—yah, aku punya
saja keyakinan semacam itu, tidak tahu dari mana asalnya—bahwa mereka
sering melintasi orbit bumi di malam hari. Diam-diam, di antara
kesunyian dan kegelapan. Oleh karena itu, ah—heheheheh…!—aku tidak sabar
untuk mengatakan padamu bagian yang paling menariknya sekarang: aku
berniat menawarkan diri untuk menjadi abductee[6] dan ingin diculik oleh
mereka…
“Ya, ya, ya, tertawalah!
“Tidak, jangan hiraukan perasaanku.
“Puaskan
kepongahanmu dengan merendahkan ketidakwarasan jalan pikiranku. Bilang
aku sinting, bilang aku sakit. Tapi aku tidak gila! Aku meyakinkanmu,
tidak. Malah, aku di sini akan menjadi donatur bagimu dan para penduduk
bumi lainnya untuk membuktikan keberadaan mereka. Terima kasih.
“Kita
belum sampai ke bagian itu, Kawan. Sebagaimana layaknya sebuah cerita
petualangan, bagian yang paling menentukan segalanya selalu ditempatkan
di akhir. Jadi mari kita teruskan saja ceritaku…
“Akhirnya,
setelah kupikirkan hal ini berulang kali dan kuputuskan, berbekal
pengetahuan cara membuat crop circle yang kulihat di Youtube, aku mulai
membuat skala dan pola crop circle-ku sendiri di atas kertas. Itu tidak
terlalu sulit kok kelihatannya. Tapi setidaknya itu butuh tiga hari tiga
malam yang menyiksa bagiku memikirkan serta menentukan sebuah pola
geometris ideal yang akan kubuat. Karena bukan hanya bentuknya harus
indah dan memiliki nilai seni tinggi, namun juga harus dapat
menyampaikan pesan yang ingin kusampaikan. Ini sungguh menyita pikiran
dan energiku. Hampir saja aku menyerah dan melemparkan keranjang berisi
gumpalan coretan-coretan sketsa itu di sudut kamarku yang menggunung
keluar jendela saking stresnya, tapi kuurungkan jauh-jauh niat itu
ketika pikiran itu melintas.
“Lalu
suatu pagi, setelah tidur yang terasa bagai sekejap dan kepala terasa
berat ketika bangun, tiba-tiba saja sebuah pikiran melintas dalam
benakku. Bisa dikatakan sebuah inpirasi, ide, atau ilham, atau cetak
biru tentang polacrop circle yang akan kubuat menghinggapi sel otakku
begitu saja. Dan tidak hanya sepatah dua patah pesan yang akan dapat
dimuat disitu. Melainkan seluruh alinea per alinea serta paragraf per
pargaraf pesan yang ingin kusampaikan dapat terjelaskan di sana!
Menakjubkan, bukan? Lama aku tercenung dalam diam. Dan menyadari betapa
kekuatan hasrat dapat mewujudkan segalanya.
“Selama
seminggu setelah hari itu aku pun mulai merencanakan semuanya dan
menuliskan pesan-pesan apa saja yang hendak kusampaikan di dalamcrop
circle-ku kelak. Ini tidak terlalu sulit. Karena aku hanya perlu
menumpahkan gagasan serta apa yang menjadi hasrat terliarku selama ini
di atas kertas. Kemudian aku pun menyiapkan gambar pola yang telah
kutentukan dan mencetaknya, mengukur, menghitung skala, termasuk juga
meninjau lokasi yang akan menjadi lokasi pembuatannya. Semuanya berhasil
keluar dengan sukses dari kepalaku.
“Tak
lupa, aku lantas memposting rencanaku ini di blog. Beragam komentar
serta tudingan kudapatkan hanya beberapa jam berselang, tapi itu sama
sekali tidak mengecilkan niatku. Malah, menjadikanku semakin tertantang
untuk melakukannya. Tekadku sudah bulat.
“Oke,
aku tidak bermaksud mendramatisir. Tidak semua komentar yang masuk
bernada merendahkan kok, ada juga yang hanya sekedar geleng-geleng
kepala menanggapi niatku, atau mendukungku. Buktinya, aku patut
bersyukur, toh, lewat posting tersebutlah aku mendapatkan hadiah tak
terduga, yakni lima orang tenaga sukarelawan yang bersedia membantuku.
“Kawan,
bayangkan betapa girangnya hatiku saat itu! Membayangkan semua rencana
yang telah kususun dalam imajinasiku selama ini akan segera berbuah
menjadi kenyataan…
“Kemudian, akhirnya hari ini tiba. Bersama tim yang tidak pernah kubayangkan akan ada untuk membantuku, dengan menggunakan peralatan sederhana berupa sebatang tongkat sebagai tiang pancang, bilah papan, tali, serta segulungan meteran, kami mulai mengerjakan crop circle-ku ke bidang yang telah kutentukan. Dalam hal ini, seperti yang telah kupikirkan sejak berhari-hari lalu, bidang yang kupilih adalah tanah warisan kakekku, dimana terdapat hamparan ilalang yang cukup luas. Sebenarnya hal ini juga dikarenakan di sekitar kota tempat tinggalku tidak terdapat areal persawahan—dan kalaupun ada nih, tentunya aku tidak mau dicap kriminal dengan merusak ladang milik orang lain. Jadi, perkenankanlah aku memanfaatkan apa yang telah disediakan alam untukku.
“Kemudian, akhirnya hari ini tiba. Bersama tim yang tidak pernah kubayangkan akan ada untuk membantuku, dengan menggunakan peralatan sederhana berupa sebatang tongkat sebagai tiang pancang, bilah papan, tali, serta segulungan meteran, kami mulai mengerjakan crop circle-ku ke bidang yang telah kutentukan. Dalam hal ini, seperti yang telah kupikirkan sejak berhari-hari lalu, bidang yang kupilih adalah tanah warisan kakekku, dimana terdapat hamparan ilalang yang cukup luas. Sebenarnya hal ini juga dikarenakan di sekitar kota tempat tinggalku tidak terdapat areal persawahan—dan kalaupun ada nih, tentunya aku tidak mau dicap kriminal dengan merusak ladang milik orang lain. Jadi, perkenankanlah aku memanfaatkan apa yang telah disediakan alam untukku.
“Toh,
menurut hematku, karakteristik bentuk tanaman serta lapangan terbuka di
sekitarnya tidak jauh berbeda sebagai tempat ideal bermukimnya
sebuahcrop circle.
“Di
langit matahari tinggi menggantung, hampir sejajar di atas kepala kami.
Teriknya menyorot tanpa ampun. Dengan konsentrasi tingkat tinggi dan
peluh membanjiri sekujur tubuh, kami bekerja sepenuh hati mengukir pola
di atas padang ilalang. Sebuah tiang pancang ditancapkan di tengahnya
sebagai titik poros, lalu kami mulai menarik meteran sesuai diameter
yang kuinginkan. Kami bekerja bahu membahu membuat garis, mereka bentuk
geometris, serta merebahkan bagian ilalang yang telah ditandai dengan
bilah papan yang digantungkan dengan tali ke leher. Semua itu kami
lakukan dengan penuh minat dan antusiasme yang menyala-nyala. Ini
sungguh melelahkan, namun sekaligus menyenangkan.
“Tenaga
kami boleh saja perlahan-lahan habis, merunduk jatuh seperti
batang-batang ilalang yang bertebaran patah dalam formasi teratur, tapi
tidak dengan semangat kami. Aku akan—tidak, tidak, tepatnya, kami harus
menyelesaikan apa yang telah kami mulai!
“Apa
yang kami lakukan di siang hari bolong ini tentu saja menarik perhatian
anak-anak kampung dekil, bertelanjang kaki dan bertelanjang dada,
dengan rambut pirang terbakar matahari, serta bau keringat menyengat,
yang tengah bermain sepak bola di lapangan kecil di dekat sebuah pohon
jambu biji yang rindang. Berpagar rimbun pohon pisang, tak jauh dari
tempat kami berada. Namun masih dalam lingkup kawasan tanah kakekku di
ujung pemukiman penduduk.
“Mereka
semua memandangku dengan dahi berkerut saat kukatakan aku sedang
membuat crop circle, sebuah jejak UFO seperti yang sering mereka lihat
di berita TV beberapa waktu lalu. Ketika itu salah seorang dari mereka
hendak mengambil bola plastik yang melayang ke arah kami, dan
terheran-heran melihat tingkah lakuku serta teman-temanku yang tengah
merebahkan ilalang di hadapan kami dengan sebilah papan yang diikat tali
dan diinjak-injakkan ke tanah. Bocah itu bertanya penuh rasa ingin
tahu. Tapi sebagai gantinya aku malah berteriak dengan suara lantang dan
memarahinya agar bermain jauh-jauh dari kami. Apa boleh dikata, aku
tidak ingin jejak kaki kecilnya itu merusak pola yang telah kurancang
dengan sempurna. Tapi sebagaimana layaknya bocah yang penuh rasa ingin
tahu, ia tak mau dilarang tanpa penjelasan.
“Maka,
tak lama setelah aku menjelaskan apa yang sedang kami kerjakan (ketika
itu teman-temannya yang lain ikut mendekat karena terlalu lama menunggu
si bocah mengambil bola), akhirnya mereka semua berhenti bermain sepak
bola dan mulai memperhatikan kami dengan seksama dari titik-titik dan
jarak yang kuperbolehkan.
“‘Untuk
apa itu, Kak?’ tanya seorang lagi di antara mereka, memberanikan diri.
Wajahnya tampak serius menanti jawaban yang keluar dari mulutku, seraya
sesekali mengelap ingusnya dengan punggung tangannya. Ia bertubuh paling
kecil di antara yang lainnya, namun sinar matanya menyiratkan
kecerdasan.
“Aku
menghentikan langkahku menginjak-injak batang ilalang yang mulai
menguning di bawahku, merasa terganggu, menatapnya. Cukup lama untuk
membiarkan sebongkah peluh luruh lalu menjuntai di antara kedua alis
mataku.
“‘Hei, Bocah, apa kamu pernah membaca cerita Petualangan Tom Sawyer?’ Aku balik bertanya. ‘Atau Petualangan Sinbad si Pelaut?’
“Si bocah menggeleng.
“‘Apa kamu suka menonton film Indiana Jones?’
“Si bocah kembali menggeleng.
“‘Hmmm… kalau begitu, apa kamu suka petualangan?’
“Kali ini si bocah mengagguk. ‘Ya, kadang kami suka bermain jadi bocah petualang seperti di TV,’ jelasnya bangga.
“Aku
lantas berjalan perlahan menghampiri mereka dengan langkah hati-hati.
‘Nah, kalau begitu apa yang kulakukan sekarang ini adalah hendak memulai
cerita petualanganku sendiri. Sejak dulu aku selalu ingin memuaskan
imajinasi terliarku… Kalian mau tahu? Aku ingin memanggil alien!’ kataku
sungguh-sungguh, aku mengatakan hal itu tepat di depan hidung mereka
dengan penuh penekanan. Terlebih, sebenarnya hal ini kumaksudkan untuk
mengusir mereka.
“‘Aku
mengukir pola di atas padang ilalang ini dengan maksud untuk
menyampaikan pesanku pada mereka… Aku ingin agar bisa diculik oleh
alien! Ini pasti akan jadi petualangan yang sangat menyenangkan jika aku
bisa melakukan perjalanan melintasi jagat raya dan pergi ke dunia alien
bersama mereka! Heheheh… Iya ‘kan?’
“‘Sinting,
sinting!’ mungkin itulah yang ada di benak si bocah ketika itu.
Kuperhatikan dengan jelas bagaimana pupil matanya membelakak.
Hihihi!—aku terkikik dalam hati. Aku menikmatinya, membayangkan sebentar
lagi mungkin ia dan teman-temannya akan terbirit-birit dari tempat ini,
sehingga aku tak perlu merasakan lagi adanya gangguan kecil yang bakal
menunda pekerjaanku.
“Pelan—pelaaaann
sekali—dengan langkah teratur, si bocah ingusan yang bertanya tadi
mundur ke belakang. Sambil tetap memandangku dengan sorot mata yang
menyatakan aku sinting sesinting-sintingnya, ia menyikut salah seorang
anak di sebelahnya. Temannya itu tampak kaget, kemudian serta-merta
mengikutinya mengambil langkah mundur. Begitu pun yang lain. Mereka
beringsut ke sudut lain padang ilalang menuju lapangan terbuka tempat
mereka bermain bola tadi.
“Ha!
Aku tersenyum simpul, dan berpikir aku telah berhasil menakut-nakuti
mereka, tapi yang terjadi malah kebalikannya. Dasar anak-anak kampung!
Mereka semua lantas berbisik-bisik dengan kepala tertunduk, lalu dengan
cepat menyuruh dua orang di antara mereka untuk segera pulang ke rumah.
Dengan perasaan bingung, cemas, takut, sekaligus tertarik, mereka
mengabarkan berita tentang kami kepada orang-orang dewasa lainnya di
kampung…
“Dan seperti yang kamu lihat sekarang, tak lama setelah itu, proyek kami pun segera menjadi tontonan orang-orang kampung.
“Tidak
aneh, aku bergumam pada seorang teman di sebelahku. Manusia dengan
sifat keingintahuannya yang besar. Sementara kami tetap meneruskan
pekerjaan kami, kabar dengan cepat berkoar, menyebar ke segala penjuru
laksana hembusan angin. Dan kini mereka pun sepakat memberi julukan
padaku sebagai ‘Si Pemanggil Alien’. Julukan yang tidak buruk, bukan?
“‘Tunggulah
sebentar lagi dan aku akan diliput oleh stasiun TV, hehehe…’ ceracauku
di tengah panas terik yang membakar ubun-ubun. Teman-temanku yang lain
terkekeh. Wajah mereka memerah terpanggang matahari.
“Sebagian orang-orang tua di kampung ini ternyata masih mengenaliku. Karena ketika kecil aku pernah tinggal di kampung ini sewaktu Mamaku masih menumpang tinggal di rumah kakekku dan berjuang seorang diri. Sementara Papa bekerja di seberang lautan, dan mulai jarang pulang. Orang-orang bilang ia mempunyai istri lagi di seberang, tapi aku tak peduli. Toh, mereka tak pernah benar-benar ada untukku, jadi aku telah membuang jauh-jauh rasa kehilanganku sejak kecil. Namun, meski sekarang Papa dan Mama telah resmi berpisah, Papa masih sering berkirim kabar dan sekadar menanyakan keadaanku (yah—whatever!). Kini, setelah mapan, Mama telah mampu membeli rumah sendiri di komplek perumahan mewah di kota. Dan di sanalah aku tinggal sejak kelas 6 SD hingga sekarang.
“Sebagian orang-orang tua di kampung ini ternyata masih mengenaliku. Karena ketika kecil aku pernah tinggal di kampung ini sewaktu Mamaku masih menumpang tinggal di rumah kakekku dan berjuang seorang diri. Sementara Papa bekerja di seberang lautan, dan mulai jarang pulang. Orang-orang bilang ia mempunyai istri lagi di seberang, tapi aku tak peduli. Toh, mereka tak pernah benar-benar ada untukku, jadi aku telah membuang jauh-jauh rasa kehilanganku sejak kecil. Namun, meski sekarang Papa dan Mama telah resmi berpisah, Papa masih sering berkirim kabar dan sekadar menanyakan keadaanku (yah—whatever!). Kini, setelah mapan, Mama telah mampu membeli rumah sendiri di komplek perumahan mewah di kota. Dan di sanalah aku tinggal sejak kelas 6 SD hingga sekarang.
“Oke,
cukup bercerita tentang masa kecilku. Kembali ke ceritaku, sudah
berjam-jam lamanya kami mengerjakan proyekku, dan mereka semua, para
penduduk kampung, masih tetap memperhatikan kami dengan khusyuk
bagiamana kami mengukur, mengamati, membandingkan, mengukur lagi,
mengamati lagi, lalu membandingkan lagi hasil yang telah kami capai
dengan pola crop circle yang tercetak di atas kertas. Sebelumnya sudah
kukatakan bukan, rasanya sungguh melelahkan bekerja di tengah panas
terik seperti ini. Tapi selain itu, aku juga merasa bahagia dengan apa
yang sejauh ini kami kerjakan. Sembari menyesap air mineral dalam botol
yang kubawa kurasakan pandanganku mulai berkunang-kunang. Terik matahari
kian garang menyorot, menampakkan siluet enam tubuh pemuda yang berdiri
kepayahan dan bersimbah peluh di atas hamparan ilalang yang pitak dan
mulai menampakkan jajaran bentuk simetrisnya dengan anggun.
“Namun
aku tidak akan menyerah, batinku… Aku tidak ingin karyaku ini meleset
barang seinchi saja. Aku ingin karyaku ini bisa terbaca oleh mereka. Aku
percaya, keinginan yang kuat dan antusiasme yang menyala-nyala dalam
diriku akan mengalahkan segalanya.
“Aku
ingin bertemu alien. Sekali lagi aku mematri tekad itu dalam dada. Aku
ingin menjelajahi planet mereka. Aku ingin melihat rupa kebudayaan
mereka. Aku ingin menjadi Sinbad modern. Walaupun untuk itu, aku harus
rela menawarkan diriku seperti Indian yang dibawa oleh Columbus dari
benua Amerika menuju Spanyol…
“Menjelang
sore, ketika sorot matahari telah redup dan menawarkan semburat jingga
di langit barulah kami benar-benar menyelesaikan pembuatan crop
circle-ku. Seraya bersama-sama merebahkan tubuh kami yang kelelahan di
bawah bayangan sebuah pohon jambu biji, kulihat seekor elang melesat
membelah angkasa. Aku membayangkan diriku menjadi elang itu. Dan melalui
matanya aku bisa melihat crop cirle-ku membentang dengan indah di atas
padang ilalang, berada tepat dua puluh meter ke kanan dari tempat kami
berbaring sekarang. Berbentuk persegi dengan ukiran dot-dot matriks
segiempat ataupun persegi panjang, ada pula yang berbentuk seperti huruf
L, lebar, serta sempit, dan menyerupai sebuah labirin kecil. Itulah
crop circle-ku yang berbentuk QR code.
“QR code?
“Ah,
baiklah, mungkin kamu sedikit kurang paham dengan istilah QR code.
Menurut Wikipedia, quick response code, atau biasa disingkat QR code,
adalah suatu jenis kode matriks atau barcode dua dimensi yang dapat
dibaca dengan pemindai QR code ataupun kamera ponsel. Umumnya QR
codedigunakan untuk mencantumkan teks, alamat URL, ataupun informasi
lainnya. Dan aku memanfaatkan teknologi ini sebagai media untuk
menyampaikan pesanku yang menuju ke URL halaman blog serta profile
page-ku.
“Ada
alasan tersendiri kenapa aku memilih QR code sebagai bentuk crop
circle-ku. Aku mengasumsikan alien itu sebagai makhluk yang cerdas dan
berperadaban maju. Jadi, menurutku pasti mereka telah lebih dulu bisa
membaca kode itu dengan teknologi mereka ketika mereka melihat crop
circle-ku di atas permukaan padang ilalang ini nantinya. Di posting blog
itulah aku menjelaskan secara rinci tentang keinginanku untuk
berhubungan dengan mereka, dan seterusnya, dan seterusnya… seperti yang
telah kuterangkan padamu sebelumnya. Posting itu kuberi judul ‘A Letter
to Alien: Take Me With You, Outsider!’ (=Surat Untuk Alien: Bawa Aku
Bersamamu, Makhluk Asing!) dan ditulis dalam Bahasa Inggris. Di sini,
lagi-lagi aku mengasumsikan kalau alien itu benar-benar makhluk yang
cerdas, toh, mereka pasti telah lebih dulu mempelajari bahasa manusia
bumi. Dan dalam hal ini, bahasa yang paling populer digunakan oleh
manusia bumi adalah Bahasa Inggris…”
Si
petugas polisi tercenung. Sejauh ini ia belum mendapatkan petunjuk
jelas perihal menghilangnya si pemuda seperti yang dilaporkan oleh
Ibunya di hadapannya. Namun sebaliknya, ia merasa sangat penasaran
dengan lanjutan cerita si pemuda di dalam recorder tersebut. Maka ia
segera menelusuri layar recorder dan menekan tombol ‘next’ untuk memutar
filerekaman berikutnya.
“Kamis, 31 Maret. Jam 23.05.
“Beberapa
malam setelah aku mengerjakan crop circle-ku aku mulai mengalami mimpi
aneh. Aku tidak dapat menjelaskannya. Semuanya serba kelabu dan
seakan-akan pikiranku diselimuti kabut. Tapi, celakanya, di saat tengah
sendirian seperti ini aku mendadak dapat mengingat kembali
kilasan-kilasan mimpi aneh tersebut, berkelebatan di dalam kepalaku
setiap kali aku melihat ranjang tidurku yang bresprei putih. Orang-orang
tinggi berbaju putih. Ranjang—tepatnya seperti meja—dengan cahaya putih
yang menyilaukan di langit-langit. Lalu tatapan-tatapan penuh selidik
yang menakutkan. Semua gambar itu seperti dilemparkan begitu saja, silih
berganti, di dalam kepalaku dalam durasi yang bahkan sangat cepat untuk
diingat.
“Maka
dari itu kuputuskan untuk tidak tidur saja malam ini. Aku terus
memikirkan hal itu hingga syaraf-syarafku tegang. Aku malu
mengatakannya, tapi aku merasa takut untuk tidur sendirian—di atas
ranjang itu. Akhirnya aku memilih duduk di meja belajarku saja dan mulai
merekam semua ini. Entahlah, mungkin aku hanya paranoid… Ada sensasi
aneh dan galau yang membuat jantungku berdetak lebih cepat melihat
ranjang putih itu. Degup tak beraturan yang merisaukan.Sepertinya
tubuhku menolak untuk berbaring di sana, dan otakku menolak untuk
mengingat guna memberi penjelasan.
“Mulanya
aku sama sekali tidak menghiraukan sensasi itu sejak kurasakan beberapa
malam lalu, tapi malam ini ketakutan itu lebih kuat melanda diriku. Aku
dicekam teror yang tak mampu kujelaskan perihal sebab musababnya. Dan
aku tidak bisa tidur karenanya.
“Perlahan,
gambar ranjang putih di retina mataku itu membawaku kembali pada
cuplikan mimpiku. Kilasan-kilasan yang berkelebat dalam kepalaku kini
menjadi lebih jelas. Kejadiannya dua malam yang lalu. Di dalam mimpiku
itu, aku melihat tiga orang bertubuh tinggi dan bermata kubil dengan
wajah bercadar. Mata itu hitam seluruhnya, dan kelam. Mereka
memandangiku tak berkedip. Lama. Aku yakin mereka sepertinya tengah
mempelajari bentuk tubuhku, atau menelitiku… Aku? Hei, itu aku yang
tengah berada di atas meja putih di hadapan mereka! Mereka berdiri di
kedua sisiku. Di bawah sinar lampu yang menyilaukan di atas kepala
mereka, kulit wajah mereka tampak berwarna abu-abu. Selain itu seluruh
bagian tubuh mereka tertutup pakaian.
“Aku
di dalam mimpiku panik. Keringat dingin segera menyembur di wajahku.
Tapi tubuhku tidak dapat melawan, atau meronta. Sepertinya aku berada di
bawah kendali mereka.
“Aku sangat ketakutan mengingat mimpi itu. Semuanya tampak sangat nyata. Aku mulai tidak yakin sekarang, apakah itu hanya mimpi belaka atau… Ah!—aku tahu, sebenarnya itu adalah kilasan pengalaman yang berusaha dihapuskan dari memoriku bahwa aku telah benar-benar diculik oleh alien! Ya Tuhan!
“Aku sangat ketakutan mengingat mimpi itu. Semuanya tampak sangat nyata. Aku mulai tidak yakin sekarang, apakah itu hanya mimpi belaka atau… Ah!—aku tahu, sebenarnya itu adalah kilasan pengalaman yang berusaha dihapuskan dari memoriku bahwa aku telah benar-benar diculik oleh alien! Ya Tuhan!
“Eh, suara itu!
“Apa
kamu mendengar suara itu, Kawan? Suara samar dan bernada rendah seperti
yang pernah kudengar dalam mimpiku. Seperti siulan, tapi bukan. Seperti
desahan, tapi lebih rendah dari itu…
“Ah,
kilasan demi kilasan dalam kepalaku kembali lagi! Seperti slide
showgambar berkualitas rendah yang berputar pelan di dalam kepalaku…
Ingatanku makin jelas sekarang. Gambaran itu merupakan adegan lanjutan
dari mimpiku sebelumnya. Di dalam mimpiku itu mereka berbicara dalam
bahasa yang tak kumengerti. Aku ingat, mereka sepertinya baru saja
berdebat tentangku. Setelah menyuruhku bangkit dari ranjang tempatku
berbaring tadi, mereka lalu mempersilahkanku duduk di sebuah kursi di
sudut ruangan. Ruangan itu luas dan dipenuhi tabung-tabung kaca beraneka
ukuran di dindingnya. Di dalamnya berisi masing-masing sampel
tetumbuhan dan hewan-hewan yang ada di bumi dalam cairan kuning yang
bergelembung-gelembung.
“Di
meja di depanku—meja itu dipenuhi tumpukan kertas-kertas dan sebuah
layar kotak tipis tembus pandang seperti kaca yang kemudian kuanggap
sebagai layar LCD komputer—salah seorang dari sosok tinggi itu mengambil
duduk di depanku dan kembali menatapku. Berhadapan satu-satu,
sepertinya ia mewawancaraiku seolah aku seorang pasien yang baru saja
diperiksa oleh dokternya. Ia menanyaiku macam-macam dalam bahasa aneh
yang tak mengerti, tapi aku tahu maksud percakapannya. Seolah ia sedang
berbicara langsung ke dalam kepalaku, melalui pikiranku. Jadi aku hanya
mengangguk dan menggeleng saja. Aku tak ingat berapa lama, tapi
sepertinya cukup lama sesi tanya jawab itu berlangsung…
“Ha!—suara itu lagi. Apa kamu mendengar suara itu, Kawan?
“‘Ya.
Jelas sekali di dalam kepalaku. Sepertinya suara itu berbicara langsung
melalui gelombang otakku. Pasti ini yang namanya telepati. Dan
sepertinya itu adalah suara panggilan untuk kita…’
“Mendadak
kurasakan sebentuk aliran hawa dingin merayapi punggungku. Hah!? Itukah
mereka, para alien? Tak salah lagi! Mereka adalah tiga sosok tinggi
yang menculikku dua malam lalu dan mewawancaraiku setelah membaca
pesanku di padang ilalang. Aku yakin mereka juga telah membaca blog
tentang keinginanku untuk berhubungan dengan mereka. Dan waktu itu
mereka mendebatkan apakah aku boleh ikut dengan mereka atau tidak.
“Aku
ingat di pagi hari setelahnya aku mendapati jejak tanah di lantai
kamarku yang berasal dari bawah daun jendela. Sepertinya aku telah
dipanggil dalam tidur menuju pesawat mereka.
“Dan
sekarang mereka memanggilku kembali untuk ikut dengan mereka. Panggilan
itu telah datang malam ini. Tampaknya mereka telah mengambil keputusan
atas penawaranku. Namun, meskipun aku telah menyiapkan diriku sedemikian
rupa untuk hari ini, tapi sebagian diriku yang lain kini mendadak
merasa takut. Ciut. Dan bermaksud memilih mundur. Aku tak bisa
mengendalikan tubuhku yang gemetaran.
“’Tidak,
tidak, hapuskan ketakutan dan keraguanmu itu, Kawan!’ bagian diriku
yang lebih kuat berusaha menguatkanku. ‘Aku adalah temanmu. Dan kamu
adalah temanku. Kita adalah satu…’ katanya lagi meyakinkanku,
membujukku. ‘Ini mimpi kita, mimpi kita yang menjadi nyata. Jadi kamu
harus ikut bersamaku untuk memenuhi panggilan itu!’
“Panggilan
itu menggiring tubuhku untuk mendongak keluar ke jendela. Kulihat
sebuah benda hitam besar laksana segumpalan awan mendung melingkupi
langit atas rumahku. Sementara di bagian tengahnya terdapat selarik
cahaya benderang, menyorot menyilaukan layaknya lampu panggung berukuran
raksasa. Di sekitarnya daun-daun yang berserakan di halaman
berterbangan dalam formasi lingkaran, dan suara gemuruh angin
seakan-akan menjerit ketakutan menyaksikan fenomena itu. Itulah
sinyalnya. Itulah pintu masuknya; sinar itu akan menyedot apa saja yang
ada di bawahnya.
“Kedua
tanganku bergegas membuka daun jendela dengan cekatan. Hei, aku tidak
mau ke sana!—jeritku dalam hati. Itu bukanlah aku yang mengendalikan
tanganku untuk membuka jendela. Tubuhku seperti dihipnotis. Bagian
diriku yang masih sadar berusaha kuat menghentikannya, tapi pengaruh
kendaliku kalah jauh.
“‘Apa!?
Bagaimana dengan Papa-Mama, katamu…? Lalu dimana mereka saat kamu
sendirian? Hei, hanya aku yang yang menemanimu di saat mereka sibuk
kerja!’ teriak bagian diriku yang lebih kuat.
“Oh
, tidak! Aku salah. Ternyata aku tidak sedang dihipnotis. Ternyata
bagian diriku yang lebih kuatlah yang telah menguasai diriku dan
memaksaku menuju cahaya itu.
“‘Tidak,
tidaaaaakk…! Hentikan aku! Sejak awal kamulah yang mempunyai ide ingin
diculik alien itu!’ kataku pada bagian diriku yang lebih kuat, memohon.
“‘Ayolah,
ini mimpi kita! Mimpi kita yang menjadi nyata…’ jawab diriku yang lebih
kuat, suaranya nyaring, bergetar tanda ia telah menemukan kesenangan
tiada terkira. Tidak dipedulikannya sama sekali aku yang tengah merengek
ketakutan. Sebaliknya ekspresi wajahnya—bayangan wajahku yang terpantul
di kaca jendela—tampak sangat kegirangan menghadapi semua ini. Matanya
melotot seakan nyaris keluar dari kelopaknya. ‘Hahahaha! Apa kamu lupa?
Kita akan bertualang melintasi galaksi! Bayangkan akan betapa
menyenangkannya hal itu, Kawan!’”
“‘Tapi kamu hanyalah teman khayalanku! Berhentilah memerintahku!’
“‘Oh ya?’
“‘Hei, hentikan! Hentikan! Berhentilah menarik dan meminjam tubuhku…!’
“’Ah, waktunya habis, Kawan! Ucapkan selamat tinggal pada bumi!’”
Tukk!
Terdengar suara recorder itu terantuk sesuatu, sepertinya terjatuh ke
atas rumput di halaman. Lalu selanjutnya terdengar suara angin berhembus
sangat kencang, seolah di tempat itu ada sesuatu yang mengambang di
udara dan menerbangkan apa saja di bawahnya. Lalu perlahan suara seruan
angin tersebut terdengar mereda, sepertinya sesuatu di angkasa itu telah
bergerak menjauh dan menjauh…
Hingga akhirnya hanya terdengar suara angin malam biasa yang berdesir di senyap malam…
Di
meja kerjanya si petugas polisi tergugu. Ini kasus yang sangat langka
dan aneh. Kepalanya dipenuhi berbagai praduga. Rona wajahnya yang pucat
menampilkan kengerian setelah mendengar keseluruhan cerita di
dalamrecorder itu. Si Ibu menatap penuh harap ke matanya, berharap
menemukan kepastian ia akan berjumpa lagi dengan putranya. Semburat
bening mengambang di kedua sudutnya. Meleleh. Lalu menganak sungai di
antara pipinya.
“Pak
Polisi, tolong temukan anakku…” ratapnya pilu, seolah memperdengarkan
dari kedalaman hatinya yang paling dalam ia telah lama sekali kehilangan
putranya itu.
Permainan yang kami sediakan yaitu ;
- Texas Poker
- Ceme
- QQ
- BlackJack
Menyediakan berbagai promo yang bisa di ikuti :
Promo referral sebesar 15% untuk anda seumur hidup, daftar gratis, mudah dan bisa menghasilkan jutaan rupiah. bukan MLM :)
Kami juga menyediakan promo Freechip bagi member baru dan deposit pertama :
* Deposit 50ribu bonus chip 10ribu
* Deposit 200ribu bonus chip 20ribu
* Deposit 500ribu bonus chip 40ribu
Ayo bermain di inulpoker pasti untung..
ada aplikasi untuk I-phone dan Androidnya juga lho :)
CS
siap melayani 24jam proses deposit dan withdraw anda via bank BCA,
Mandiri, BNI, BRI, dan Danamon dengan sopan dan ramah. Info lebih lanjut
hubungi CS kami :
BBM : 7F31F4D4
whatsapp : +62.822.9811.1810
Facebook : https://www.facebook.com/Inul.Poker?fref=ts
kunjungi website kami di :
dibantu share ya kakak semuanya
like fanspagenya juga ya di InulPoker
terima kasih :)
♠♥🃏WAKANDA POKER🃏♦♣
BalasHapusAGEN POKER ONLINE INDONESIA AMAN DAN TERPERCAYA
DENGAN RATING KEMENANGAN DAN KESEMPATAN UNTUK MENDAPATKAN JACKPOT YANG TINGGI.
RATUSAN RIBU ORANG TELAH BERMAIN DI WEBSITE INI, BERANIKAH ANDA MENGALAHKANNYA?
DENGAN MINIMAL DEPOSIT 10.000 KALIAN SUDAH MEMAINKAN 7 PERMAINAN DALAM 1 AKUN YAITU
⏩TEXAS POKER
⏩DOMINO
⏩CEME
⏩CEME KELILING
⏩CAPSA SUSUN
⏩OMAHA
⏩SUPER 10
WAKANDA POKER JUGA MEMPUNYAI BANYAK PROMO BESAR SAAT INI:
💲BONUS DEPOSIT PERDANA
💲BONUS TURNOVER 0.3%
💲BONUS REFERRAL 10% SEUMUR HIDUP
💲BONUS JACKPOT TOTAL PULUHAN JUTA RUPIAH
KAMI JUGA AKAN MEMUDAHKAN ANDA UNTUK PEMBUATAN ID DENGAN REGISTRASI SECARA GRATIS MASIH ADA KELEBIHA LAINNYA :
✅MINILAM DP & WD SEBESAR HANYA Rp 10.000
✅NO SYSTEM ROBOT!!! 💯% PLAYER VS PLAYER
✅BISA DI AKSES VIA Android/IPhone/IPad
✅PROSES DP & WD YANG SANGAT CEPAT
✅PELAYANAN DENGAN CS PROFESIONAL & RAMAH 24 JAM